Sakramen Tobat (Gereja Katolik)
Sakramen Tobat (Gereja Katolik)
Sakramen Pengakuan Dosa (sering juga disebut Sakramen Tobat atau Sakramen Rekonsiliasi) adalah salah satu dari tujuh sakramen dalam Gereja Katolik—disebut juga "Misteri" dalam Gereja Timur—di mana penerimanya memperoleh belas kasihan Allah berupa pengampunan atas dosa yang diakui dan disesalinya. Melalui sakramen ini mereka juga sekaligus didamaikan dengan Gereja yang telah mereka lukai karena dosa-dosa mereka. (bdk. Vatikan II, Lumen Gentium 11 § 2; KGK 1422)[1] Dengan menerima Sakramen Rekonsiliasi, peniten (sebutan bagi yang melakukan pengakuan, tetapi maknanya tidak sebatas dalam hal ini saja) dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa yang diperbuat setelah Pembaptisan; karena Sakramen Baptis tidak membebaskan seseorang dari kecenderungan berbuat dosa.[1]: 1423–1442
Santo Ambrosius mengatakan bahwa dosa diampuni melalui Roh Kudus, namun manusia memakai para pelayan Tuhan (imam) untuk mengampuni dosa. Para pelayan Tuhan tersebut tidak menggunakan kekuatan mereka sendiri; mereka mengampuni dosa bukan atas nama mereka, tetapi atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus. Mereka meminta, dan Tuhan memberikannya.[3]
Sakramen Rekonsiliasi adalah satu-satunya cara normal yang digunakan seseorang yang melakukan dosa berat agar terhindar dari bahaya penderitaan atau siksa dosa abadi (Lihat: Bobot Dosa).[1]: 1446 Sakramen ini membebaskan seseorang dari dosa-dosa yang diakui dan disesalinya, tetapi ia tetap harus menanggung akibat dari dosa-dosa yang dilakukannya (siksa dosa sementara) dan melakukan silih yang diperlukan seiring dengan pertobatannya (Lihat: Indulgensi).[1]: 1471–1473
Elemen-elemen sakramen
Sakramen Rekonsiliasi terdiri dari 2 elemen utama, yaitu "tindakan Allah" berupa pengampunan dosa (atau absolusi), dan "tindakan manusia" berupa penyesalan, pengakuan, dan silih (atau penitensi).[4]
Penyesalan
Artikel utama: Penyesalan
Di antara seluruh tindakan peniten, penyesalan (bahasa Inggris: contrition) adalah tahapan pertama. Penyesalan adalah kesedihan jiwa dan kebencian terhadap dosa yang telah dilakukan, bersamaan dengan niat untuk tidak berbuat dosa lagi (Konsili Trente: DS 1676). Kalau penyesalan itu berasal dari kasih, di mana Allah saja yang patut dikasihi di atas segala sesuatu, maka dinamakan "penyesalan sempurna" ("sesal karena kasih", contrition of charity). Penyesalan sempurna mengampuni dosa ringan; dapat juga mendapat pengampunan atas dosa berat jika di dalamnya terdapat niat yang kuat untuk secepatnya melakukan pengakuan secara sakramental (melalui Sakramen Rekonsiliasi).[1]: 1451–1452
"Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19)
Pengakuan dosa
Dipandang dari sisi manusiawi, pengakuan atau penyampaian dosa-dosanya sendiri akan membebaskan seseorang dan merintis perdamaiannya dengan orang lain. Melalui pengakuannya, seseorang memandang dengan tepat dosa-dosanya di mana ia bersalah karenanya, menerima tanggung jawab atas dosa-dosa tersebut; dan dengan demikian orang tersebut membuka diri kepada Allah dan persekutuan dengan Gereja demi masa depannya yang baru.[1]: 1455
Pengakuan di hadapan seorang imam merupakan bagian penting dalam Sakramen Pengakuan Dosa sebagaimana disampaikan dalam Konsili Trente (DS 1680): "Dalam Pengakuan para peniten harus menyampaikan semua dosa berat yang mereka sadari setelah pemeriksaan diri secara saksama, termasuk juga dosa-dosa yang paling rahasia dan telah dilakukan melawan dua perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah (Keluaran 20:17, Ulangan 5:21, Matius 5:28); terkadang dosa-dosa tersebut melukai jiwa lebih berat dan karena itu lebih berbahaya daripada dosa-dosa yang dilakukan secara terbuka."[1]: 1456
"Karena jika orang sakit merasa malu untuk menunjukkan lukanya kepada dokter, maka obat tidak akan menyembuhkan apa yang tidak dikenalnya. "- St. Hieronimus -[1]: 1456
Pengampunan dosa
Artikel utama: Absolusi § Dalam Gereja Katolik
Setelah seorang peniten melakukan bagiannya dengan menyesali dan mengakukan dosa-dosanya, maka kemudian giliran Allah melalui Putera-Nya (Yesus Kristus) memberikan pendamaian berupa pengampunan dosa (atau absolusi). Pelaksanaan pelayanan pengampunan dosa itu dipercayakan Kristus kepada para pelayan apostolik (2 Korintus 5:18), yaitu para imam.[1]: 1442 Sehingga dalam pelayanan sakramen ini, seorang imam mempergunakan kuasa imamat yang dimilikinya dan ia bertindak atas nama Kristus (In persona Christi). Rumusan absolusi yang diucapkan seorang imam dalam Gereja Latin menggambarkan unsur-unsur penting dalam sakramen ini, yaitu belas kasih Bapa yang adalah sumber segala pengampunan; kalimat intinya: "... Saya melepaskanmu dari dosa-dosamu ...".[1]: 1449
Dalam Summa Theologia, Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa rumusan absolusi tersebut adalah berdasarkan kata-kata Yesus kepada Santo Petrus (Matius 16:19) dan hanya digunakan dalam absolusi sakramental—yaitu pengakuan secara pribadi di hadapan seorang imam. Absolusi yang diberikan di hadapan publik bukanlah sakramental, tetapi hanyalah doa mohon pengampunan atas dosa-dosa ringan; contohnya absolusi yang diberikan setelah Pernyataan Tobat dalam misa.[5]: A3 Namun demikian dalam KGK 1483 dituliskan pengecualian di mana dalam keadaan sangat darurat dimungkinkan upacara komunal Sakramen Rekonsiliasi dengan pengakuan dosa dan absolusi secara umum, misalnya dalam bahaya maut yang mengancam secara langsung saat terjadi perang.[1]: 1483
Penyilihan
Artikel utama: Penitensi
Menurut KGK 1459, kebanyakan dosa-dosa yang diperbuat seseorang menyebabkan kerugian bagi orang lain. Sehingga orang tersebut wajib sedapat mungkin mengganti rugi atas perbuatannya (misalnya mengembalikan barang yang dicurinya, memulihkan nama baik orang yang difitnahnya, membayar kompensasi dan merawat orang yang dilukainya), di mana prinsip keadilan pun sudah menuntut hal tersebut. Namun dosa juga melukai dan melemahkan pendosa itu sendiri, sebagaimana juga dampaknya dalam hubungannya dengan Allah dan sesamanya. Absolusi yang diterima dalam Sakramen Rekonsiliasi menghapuskan dosa, tetapi tidak memulihkan semua kekacauan yang disebabkan oleh dosa. Setelah pendosa diampuni dari dosanya, ia harus memulihkan kesehatan spiritualnya dengan melakukan sesuatu yang lebih untuk menebus kesalahannya; pendosa yang telah diampuni tersebut harus "melakukan silih", atau biasa disebut penitensi.[1]: 1459
Penitensi yang diberikan bapa pengakuan (sebutan bagi imam yang melayankan sakramen ini) mempertimbangkan keadaan pribadi peniten dan melayani kepentingan rohaninya; diberikan sedapat mungkin sesuai dengan kadar dosa yang dilakukan peniten. Penitensi tersebut dapat terdiri dari doa, derma, karya amal, pelayanan terhadap sesama, penyangkalan diri yang dilakukan secara sukarela, berbagai bentuk pengorbanan, dan terutama menerima salib yang harus dipikulnya dengan sabar. Penitensi-penitensi tersebut membantu peniten agar dapat semakin menyerupai Kristus (Roma 3:25, 1 Yohanes 2:1-2).[1]: 1460